Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap VOC dan Pemerintah Hindia Belanda
Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap VOC dan Pemerintah Hindia Belanda
Indonesia yang jauh lebih luas
dibandingkan dengan wilayah Belanda. Pada masa penjajahan hanya dianggap sebagai
sebuah provinsi bagi bangsa Belanda, paranya lagi Indonesia sebagai provinsi
juga tidak diperlakukan sama dengan masyarakat Belanda lainnya di Eropa.
Belanda hanya menguras kekayaan Indonesia saja untuk kemakmuran negerinya
sendiri. Lalu bagaimana reaksi masyarakat Indonesia pada masa itu? Tentu saja
mereka melawan. Berikut beberapa perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh
masyarakat Indonesia.
Perlawanan Terhadap Persekutuan Dagang
Taukah Anda siapa Sultan
Hasanuddin? Sultan Hasanuddin merupakan raja Gowa di Sulawesi Selatan. Sultan
Hasanuddin sangat ditakuti Belanda karena ketangguhannya dalam melawan Belanda,
sehingga ida dijuluki sebagai “ayam jantan dari timur”.
Pada suatu waktu kerajaan Gowa
(Sultan Hasanuddin) dan Talo (Arung Palaka) berselisih paham. Dan hal ini
dimanfaatkan oleh VOC dengan mengadu domba kedua kerajaan tersebut. VOC lalu memberikan
dukungan kepada kerajaan Talo, sehingga kerajaan Talo menang pada tahun 1666.
Sultan Hasanuddin lalu dipaksa menandatangani perjanjian Bongaya 18 November
tahun 1667.
Akan tetapi perjanjian Bongaya
baru terlaksana pada tahun 1669, hal ini karena Sultan Hasanuddin masih melakukan
perlawanan. Namun pada akhirnya Makassar harus menyerahkan benteng kepada VOC. Dan
sejak saat itu tidak ada lagi kekuatan besar yang mengancam kekuasaan VOC di wilayah
Indonesia Timur.
Perjanjian Bongaya banyak
memangkas kekuasaan kerajaan Gowa sebagai kerajaan terkuat di Sulawesi. Hanya tinggal
tersisa kerajaan-kerajaan kecil yang sulit untuk melakukan perlawanan terhadap
VOC.
Kisah kerajaan Gowa tersebut ialah
salah satu contoh perlawanan rakyat Indonesia di Sulawesi Selatan kepada VOC. Dan
masih banyak barbagai perlawanan di berbagai daerah dalam melawan persekutuan
dagang Eropa di Indonesia.
Masyarakat Indonesia sangat menyukai
persahabatan, akan tetapi lebih mencintai kemerdekaan. Pada tahun 1799 terjadi
peristiwa penting dalam sejarah kolonialisme dan imperialisme Barat di Indonesia,
yaitu VOC dinyatakan bangkrut dan dibubarkan.
Keberadaan VOC sebagai sebuah kongsi
dagang yang menjalankan roda pemerintahan di Indonesia tidak bisa dilanjutkan
lagi. Dan pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dinyatakan bubar. Seluruh utang
piutang dan segala hal milik VOC diambil alih oleh pemerintah Belanda. Setelah
bubarnya VOC, Indonesia berada langsung dibawah pemerintah Hindia Belanda.
{|CATATAN| Karena pembahasan ini saling berkaitan, maka adalah salah jika Anda melewatkan 3 artikel terkait berikut ini:
1) Pengaruh Keunggulan Lokasi Indonesia Terhadap Kolonialisme Barat
2) Latar Belakang Penjajahan dan Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia
3) Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda Terhadap Rakyat Indonesia}
{|CATATAN| Karena pembahasan ini saling berkaitan, maka adalah salah jika Anda melewatkan 3 artikel terkait berikut ini:
1) Pengaruh Keunggulan Lokasi Indonesia Terhadap Kolonialisme Barat
2) Latar Belakang Penjajahan dan Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia
3) Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda Terhadap Rakyat Indonesia}
Perlawanan Terhadap Pemerintah Hindia Belanda
Bagi masyarakat Aceh masjid Agung
adalah masjid bersejarah yang berkaitan erat dengan spirit perjuangan
masyarakat Aceh dimasa lalu. Selain sebagai tempat beribadah, masjid ini juga
menjadi simbol perjuangan rakyat Aceh dalam menentang imperialisme Barat.
Masjid Agung menjadi salah satu benteng perjuangan rakyat Aceh melawan Belanda.
Karena kegigihan rakyat Aceh pada masa lalu, Belanda benar-benar kesulitan
memadamkan perlawanan rakyat.
Abad XIX adalah puncak perlawanan
rakyat Indonesia diberbagai daerah dalam menentang penjajahan Pemerintah Hindia
Belanda. Kegigihan perlawanan rakyat Indonesia mengakibatkan Belanda mengalami
krisis keuangan untuk membiayai perang. Akan tetapi perlawanan diberbagai
daerah tersebut belum bisa berhasil mendapatkan kemerdekaan. Seluruh perlawanan
pada masa itu bisa dipadamkan dan kerajaan-kerajaan di Indonesia semakin runtuh.
Perlawanan pada masa Pemerintah
Hindia Belanda terjadi di berbagai wilayah Indonesia seperti terlihat pada dibawah. Lokasi Indonesia yang sulit dijangkau, mengakibatkan
perlawanan tidak bisa dilakukan secara serentak. Faktor inilah sebagai salah
satu penyebab Belanda bisa melumpuhkan perlawanan Bangsa Indonesia.
Beberapa contoh perlawanan rakyat
Indonesia terhadap Pemerintah Hindia Belanda antara lain sebagai berikut.
1) Perang Saparua di Ambon
Perang Saparua adalah perang perlawanan
rakyat Ambon yang dipimpin Thomas Matulesi (Pattimura). Dalam pemberontakan ini,
seorang pahlawan wanita bernama Christina Martha Tiahahu melakukan perlawanan
dengan berani. Akan tetapi perlawanan Pattimura bisa dikalahkan setelah adanya bantuan
pasukan Belanda dari Jakarta datang. Pattimura bersama tiga pengikutnya
ditangkap dan dihukum dengan hukuman gantung.
2) Perang Paderi di Sumatra Barat
Perang Paderi merupakan perlawanan
yang sangat menyita tenaga dan biaya yang sangat besar bagi rakyat Minang dan juga
Belanda. Bersatunya Kaum Paderi (ulama) dengan kaum adat untuk melawan Belanda,
mengakibatkan Belanda kesulitan untuk menghadapinya. Selain itu bantuan dari
Aceh juga datang untuk mendukung dan membantu pejuang Paderi. Saat itu Belanda
benar-benar menghadapi musuh yang tangguh.
Saat itu Belanda menerapkan sistem
pertahanan Benteng Stelsel. Benteng Fort de Kock di Bukit tinggi dan juga Benteng
Fort van der Cappelen yang merupakan dua benteng pertahanannya. Dengan siasat
tersebut pada saat itu akhirnya Belanda menang ditandai dengan jatuhnya benteng
pertahanan terakhir Paderi di Bonjol pada tahun 1837. Tuanku Imam Bonjol saat
itu ditangkap, kemudian diasingkan ke Priangan, lalu kemudian ke Ambon, dan
terakhir ke Menado hingga beliau wafat pada tahun 1864.
3) Perang Diponegoro 1825-1830
Perang Diponegoro adalah salah
satu perang besar yang dihadapi pemerintah kolonial Belanda. Latar belakang
perlawanan Pangeran Diponegoro diawali dari adanya campur tangan Belanda di dalam
urusan politik Kerajaan Yogyakarta. Beberapa tindakan Belanda yang dianggap
melecehkan harga diri serta nilai-nilai budaya masyarakat Yogyakarta menjadi penyebab
lain dari kebencian rakyat terhadap Belanda.
Pada bulan Mei tahun 1825 Belanda
membangun jalan baru, dan memasang patok-patok pada tanah leluhur Diponegoro.
Terjadilah perselisihan pada saat pengikut Diponegoro Patih Danureja IV
mencabuti patok-patok tersebut. Saat itu Belanda segera mengutus serdadunya
untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Perangpun tidak bisa dihindarkan, dan pada
tanggal 20 Juli Tegalrejo sebagai basis pengikut Diponegoro direbut serta
dibakar oleh Belanda.
Maret 1830 Diponegoro bersedia untuk
mengadakan perundingan dengan Belanda di Magelang, Jawa Tengah. Namun perundingan
tersebut hanya sebagai jalan tipu muslihat Belanda karena ternyata Diponegoro malah
ditangkap dan diasingkan ke Manado, lalu ke Makasar hingga akhirnya wafat pada tahun
1855. Setelah berakhirnya Perang Jawa (Diponegoro), tidak ada lagi perlawanan
yang lebih berat di tanah Jawa.
4) Perang Aceh
Semangat jihad (perang membela
agama Islam) adalah spirit perlawanan rakyat Aceh. Jendral Kohler pada saat itu
terbunuh saat pertempuran di depan masjid Baiturrahman Banda Aceh. Kohler
meninggal di dekat pohon yang sekarang diberi nama Pohon Kohler.
Siasat konsentrasi stelsel dengan
sistem bertahan di dalam benteng besar yang dilakukan oleh Belanda tidak
berhasil. Belanda menjadi semakin terdesak, korban semakin besar, dan keuangan
terus menerus terkuras.
Belanda pada masa itu sama sekali
tidak mampu untuk menghadapi secara fisik perlawanan rakyat Aceh. Menyadari akan
hal tersebut, Belanda akhirnya mengutus Dr. Snouck Hurgroje yang memakai nama
samaran Abdul Gafar yang seorang ahli bahasa, sejarah, serta sosial Islam untuk
mencari kelemahan rakyat Aceh.
Setelah lama belajar di Negara Arab,
Snouck Hugronje memberikan saran kepada Belanda bagaimana cara mengalahkan
orang Aceh. Menurut Hurgronje, Aceh tidak mungkin dilawan dengan cara
kekerasan, hal ini karena karakter orang Aceh tidak akan pernah menyerah, jiwa
jihad orang Aceh sangat tinggi.
Taktik yang paling mujarab ialah
dengan cara mengadu domba antara golongan Uleebalang (bangsawan) dengan
ulama. Pada saat itu Belanda menjanjikan kedudukan kepada Uleebalang yang
bersedia damai. Dan taktik inipun berhasil, banyak Uleebalang yang tertarik
pada tawaran ini.
Belanda memberikan tawaran
kedudukan kepada para Uleebalang jika kaum ulama bisa dikalahkan. Dan sejak
tahun 1898 kedudukan Aceh semakin lama semakin terdesak. Belanda akhirnya mengumumkan
perang Aceh selesai pada tahun 1904. Akan tetapi perlawanan sporadis rakyat
Aceh masih berlangsung hingga tahun 1930-an.
5) Perlawanan Sisingamangaraja di Sumatra Utara
Di Sumatera Utara, perlawanan
terhadap Belanda dilakukan oleh Sisingamangaraja XII, yang berlangsung selama
24 tahun. Pertempuran diawali dari Bahal Batu sebagai pusat pertahanan Belanda pada
tahun 1877.
Untuk menghadapi Perang Batak (perang
di Sumatra Utara), Belanda menarik pasukannya dari Aceh. Namun pada saat itu
pasukan Sisingamangaraja bisa dikalahkan setelah Kapten Christoffel berhasil
mengepung benteng terakhir Sisingamangaraja yang berada di Pakpak. Kedua putra
beliau yakni Patuan Nagari dan Patuan Anggi juga ikut gugur, sehingga seluruh
Tapanuli bisa dikuasai oleh Belanda.
6) Perang Banjar
Perang Banjar diawali ketika
Belanda ikut campur tangan dalam urusan pergantian raja di Kerajaan
Banjarmasin. Belanda pada saat itu memberi dukungannya kepada Pangeran Tamjid Ullah
yang tidak disukai rakyat.
Pemberontakan dilaksanakan oleh
Prabu Anom dan Pangeran Hidayat. Pada tahun 1859, Pangeran Antasari memimpin
perlawanan setelah Prabu Anom ditangkap oleh Belanda, dengan bantuan pasukan
dari Belanda, pasukan Pangeran Antasari bisa didesak. Lalu pada tahun 1862
Pangeran Hidayat menyerah dan berakhirlah perlawanan Banjar di Kalilmantan.
Perlawanan akhirnya benar-benar bisa dipadamkan pada tahun 1866.
7) Perang Jagaraga di Bali
Awal perang Jagaraga bermula
ketika Belanda dan kerajaan di Bali bersengketa mengenai hak tawan karang. Hak
tawan karang berisi bahwa setiap kapal yang kandas di perairan Bali adalah hak
penguasa di daerah tersebut.
Pada saat itu pemerintah Belanda memprotes
Raja Buleleng yang menyita dua kapal Belanda. Raja Buleleng tidak menerima
tuntutan Belanda untuk mengembalikan kedua kapalnya tersebut, dan persengketaan
ini mengakibatkan Belanda melakukan serangan terhadap kerajaan Buleleng pada tahun
1846. Dan akhirnya Belanda berhasil menguasai kerajaan Buleleng, sementara Raja
Buleleng sendiri menyingkir ke Jagaraga yang dibantu oleh Kerajaan Karangasem.
Setelah berhasil merebut Benteng
Jagaraga, Belanda lalu melanjutkan ekspedisi militernya pada tahun 1849. Dua
kerajaan di Bali, Gianyar dan Klungkung menjadi sasaran Belanda selanjutnya. Dan
pada tahun 1906, seluruh kerajaan di Bali jatuh ke pihak Belanda setelah rakyat
melakukan perang habis-habisan dengan Belanda sampai mati, yang dikenal dengan
sebutan Perang Puputan.
Para pahlawan telah menunjukkan
kegigihannya melawan Belanda. Akan tetapi, sampai akhir abad XIX, Belanda belum
berhasil diusir dari tanah Indonesia. Kondisi Indonesia yang merupakan kepulauan
menyulitkan transportasi serta komunikasi masyarakat pada saat itu. Akibatnya
rakyat Indonesia melakukan perlawanan terhadap Belanda di daerahnya masing-masing.
Hal inilah yang dimanfaatkan Belanda untuk melakukan strategi memecah belah
bangsa Indonesia.
Selain itu Belanda juga
menggunakan strategi mengasingkan para pemimpin perlawanan. Contohnya seperti
Pangeran Diponegoro yang diasingkan ke Sulawesi, Cut Nya Dien yang diasingkan ke
Jawa Barat, Tuanku Iman Bonjol yang diasingkan ke Ambon. Strategi ini adalah upaya
Belanda untuk memutus komunikasi antara pemimpin dengan rakyatnya. Terbatasnya komunikasi
dan transportasi dimasa lalu, mengakibatkan terputusnya hubungan pemimpin
dengan pengikutnya.
Kondisi tersebut tentu berbeda
dengan masa sekarang ini. Kemajuan sarana transportasi dan juga komunikasi
menjadikan jarak serta tempat bukan menjadi masalah yang berarti.
Sumber Referensi:
http://perlawananvocdanhindiabelanda.blogspot.com/
https://websejarahindo.wordpress.com/2016/10/30/perlawanan-rakyat-terhadap-pemerintah-hindia-belanda/
Posting Komentar untuk "Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap VOC dan Pemerintah Hindia Belanda"
Posting Komentar